Jumat, 17 Agustus 2012

Sebuah Bencana!!

   Semester 6 adalah sebuah masa di mana mahasiswa sudah harus mempersiapkan masalah apa yang akan dijadikan tema di dalam karya ilmiahnya yakni skripsi. sejak saat itu pula memburu tema-tema yang jarang diangkat oleh mahasiswa-mahasiswa lain untuk dijadikan tema skripsinya menjadi suatu keharusan, dan yang terpenting tema itu kita sukai dan kuasai. berhubung saya suka sejarah maka saya memutuskan mencari tema yang berkaitan dengan sejarah dan menghubungkannya dengan variabel-variabel psikologi sebagai disiplin keilmuan yang sedang saya geluti. berburu ke dua tema tersebut segera saya lakoni demi mendapatkan sebuah judul skripsi. untuk sejarah saya mengangkat para mantan pejuang (veteran) Timor Timur atau yang biasa disebut veteran seroja, lalu saya kaitkan dengan variabel makna hidup teori Viktor Frankl. setelah semua itu selesai dan judul saya diterima oleh dosen, maka tugas selanjutnya ialah menyusun kata demi kata serta mencari pelbagai referensi yang akan digunakan sebagai pendukung fenomena atau terori.
    Pelbagai referensi mengenai perang Timor Timur serta para veteran seroja yang saya kuliti dan telaah satu-satu dari buku-buku yang terkait. proses tersebut membuat perasaan saya sedih mengingat persoalan tersebut menyangkut kemanusiaan, apalagi saat berkunjung ke wisma seroja untuk mengambil data skripsi. wisma seroja yang menjadi tempat tinggal bagi para veteran seroja, warakauri (janda veteran), dan yatim-piatu anak-anak veteran. kembali kepada masalah perang Timor Timur, kompleksitas masalah dan intrik-intrik politik yang ada di dalamnya membuat aktor-aktor kecil menjadi korban, dan yang paling anyar adalah masalah lepasnya Timor-timur dari Indonesia yang menjadi pukulan telak veteran seroja. mereka dahulu berjuang mati-matian di sana, jiwa raga pun mereka korbankan demi berintegrasinya Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. pengorbanan dan perjuangan veteran seroja terbukti dari banyaknya jumlah mereka yang mengalami cacat fisik atau meninggal dunia. namun pada akhirnya daerah yang dulu mereka perjuangkan lepas begitu saja. pedih, perih, marah, sedih, kecewa dan lain sebagainya berkombinasi menjadi satu, itulah perasaan yang dirasakan mereka sewaktu menerima kenyataan pahit tersebut.
   Akibat mempelajari Timor Timur dan perjuangan dari pejuangnya, membuat hati saya risih dan bergejolak untuk segera mungkin melakukan tindakan konkrit untuk membantu para veteran seroja. setelah saya berkonsultasi dan berdikusi dengan teman-teman seputar persoalaan tersebut, keluarlah ide untuk melakukan kegiatan amal sosial maka diputuskan untuk melakukan acara bakti sosial untuk para penghuni wisma seroja yang di dalamnya terdapat veteran seroja, warakauri, dan yatim-piatu anak-anak veteran seroja. dengan tujuan untuk membantu dan menghibur para veteran seroja yang kisahnya hampir dilupakan anak bangsa ini. kemudian untuk memuluskan acara kami, maka hal yang paling utama  dipikirkan bersama adalah masalah dana, pelbagai cara untuk mencari dana sudah didapat yang salah satu caranya adalah berjualan bunga di tempat umum dengan tujuan keuntungan yang didapat akan disalurkan untuk acara bakti sosial, bunga tersebut kami jual dengan harga Rp. 20.000. setelah masalah suber dana sudah dapat diatasi, segera kelompok pun dibuat dengan tugas menjual bunga dan tujuan dari pembagian kelompok agar lebih efisen dalam arti tidak terkonsentrasi pada satu wilayah saja, lebih menyebar untuk mencari wilayah mana yang memiliki pengunjung paling banyak. 
    Saya masuk ke dalam kelompok yang mana kelompok tersebut terdiri dari empat orang, masing-masing terdiri dari satu wanita dan empat pria. target penjualan saya adalah di tempat makan yang terletak di Jakarta Selatan. proses penjualan pun berlangsung, namun penjualan tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi kami bahwa banyak orang yang akan bersimpati terhadap kami lau membeli bunga. kenyataanya sedikit sekali orang yang membeli bunga kami meskipun kami telah menerangkan kepada mereka bahwa keuntungan dari hasil penjualan bunga akan disumbangkan untuk acara bakti sosial kami. bahkan ketika kami mempromosikan bungan dengan body language dan mimik muka yang serius kepada sekelompok pengunjung wanita yang sedang asik makan mengunyah potongan ayamnya dan berkongko bersama teman-teman wanita dan prianya. saya ingat bahwa penampilan dari mereka sangat baik, apalagi ditambah dengan banyaknya gadget yang mereka miliki menegaskan kepada kami bahwa mereka adalah orang-orang yang secara ekonomi berada. kemudian, keseriusan kami disambut dengan perkataan yang sedikit meledek, mereka mengatakan kepada kami "kalau bunga bank ada gak mas?saya maunya bunga itu! (sambil tertawa lepas)". saya langsung merespon dengan mengatakan "MERDEKA!" lalu keluar.
   Silahkan anda menilai peristiwa di atas dengan persepektif penilaian anda masing-masing, akan tetapi dengan catatan penilaian tersebut bebas dari prasangka-prasangka. renungkan dan bayangkanlah sejenak bagaimana perasaan anda jika anda sebagai pejuang mengetahui anak bangsa yang dahulu berjuang mati-matian agar anak bangsa tersebut hidup layak, berkata demikian layaknya ucapan di atas. sudah pasti penyesalan, marah, dan kecewa yang anda rasakan. bagaimana bangsa ini bisa besar jika anak bangsa ini tidak menaruh hormat kepada para pahlawannya. saya jadi teringat kata-kata yang diucapkan Founding Father, Soekarno, bahwa "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya". perkataan yang sangat inspiratif, sebab jika anak-anak bangsa ini mengingat dan berkaca akan semangat yang dimiliki oleh para pejuang dalam berjuang memanggul senjata turun langsung ke dalam palagan demi mereka, yang mungkin para pejuang tidak mengetahui mereka, siapa mereka. maka muncul lah semangat anak bangsa ini untuk terus memajukan negara dengan cara apapun serta muncul kesadaran untuk tidak akan berani untuk sedikit pun mengkhiyanati.
 
"Sebuah Bencana"   
  Peristiwa di atas jelas menandakan bahwa wabah individualitas dan antipati masyarakat sudah mencapai titik kulminasi. suatu fenomena yang lazim terjadi mengingat zaman modern yang penuh dengan keegoisan dan materi menjadi tolak ukur di setiap aspek kehidupan. dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menyaksikan bahwa manusia-manusia Indonesia semakin serakah terbukti dari banyaknya kasus korupsi yang membelit negri ini. kemudian, kita juga saksikan bahwa masyarakat semakin gila bekerja demi mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan orang-orang disekelilingnya. tolong menolong pun juga menjadi barang langka yang sulit dijumpai, meskipun ada hal tersebut biasanya berorientasi kepada manfaat apa yang bisa diambil dari tindakan menolongnya tersebut, yang tak lain adalah manfaat materi.
   Para intelektual pun banyak yang menaruh simpati kepada masalah tersebut dengan melakukan penelitian dan kajian yang mendalam. seperti yang kita ketahui bahwa teori-teori sosial seperti teori kritis yang mengkritik masalah manusia dan masyarakat dalam pigura kritik terhadap kapitalisme dan ideologi-ideologi kontemporer turut andil dalam mengkajinya. salah satu tokoh dalam teori kritis yakni Erich Fromm yang juga seorang psikoanalisa, Erich Fromm dalam kritiknya menyatakan bahwa masyarakat kapitalis modern ini telah menciptakan konsep individualis dalam diri manusia, dan mengkonstruksinya dengan nilai-nilai inisiatif, keangkuhan diri, agresivitas, serta memburu kekuasaan dan kekayaan. lebih jauh menurutnya, manusia telah mengembangkan kebencian terhadap dirinya sendiri, perasaan tidak berdaya dan teralienasi, lantas mencari pemuasan melalui penumpukan kekayaan serta dominasi terhadap sesamanya (Subono, 2010, hal: 5).
   Uraian singkat dari Fromm menyadarkan saya bahwa hal yang saya alami lazim terjadi di zaman kapitalis modern seperti sekarang ini. manusia semakin apati, agresif, serakah dan sebagainya, disadari atau tidak pelbagai sifat tersebut kian mendominasi negri kita. bahayanya jika sifat-sifat tersebut mengakar dan menggeser kebudayaan kita yang mana dahulu kita terkenal akan manusia-manusianya yang suka menolong, ramah, serta murah senyum. jangan sampai kebaikan itu terkalahkan oleh penyakit-penyakit sosial tersebut, kita harus memberanikan diri agar tidak terbenam ke dalamnya. semoga peristiwa yang saya alami menjadi sinyal untuk bangsa kita agar menaruh kewaspadaan terhadapnya dan kembali kepada kebaikan-kebaikan yang telah diajarkan nenek moyang kita dahulu agar kita terhindar dari sebuh bencana kemanusian yang siap menyerang tanpa tedeng aling!